Indramayu,Sinyalpena.com – Kasus perdagangan manusia kembali menyita perhatian publik setelah keluarga Robin, seorang pekerja asal Indramayu, mendesak pemerintah Indonesia untuk segera memulangkan Robin yang diduga menjadi korban perdagangan manusia dan kini terjebak di Myanmar. Robin, yang sebelumnya bekerja sebagai buruh tekstil, kini dipaksa bekerja dalam situasi yang tak manusiawi di Myanmar sebagai bagian dari sindikat penipuan online.
Robin adalah salah satu dari puluhan pekerja Indonesia yang tertipu oleh iming-iming pekerjaan bergaji tinggi di luar negeri. Menurut Yuli, istri Robin, suaminya berangkat bekerja pada September 2023 setelah ditawari pekerjaan dengan gaji Rp16 juta per bulan. Namun, alih-alih bekerja di industri yang dijanjikan, Robin justru dipaksa bekerja di bawah tekanan keras dan tanpa hak yang semestinya di Myanmar.
Setelah tiba di Myanmar, Robin bersama puluhan pekerja lainnya segera menyadari bahwa mereka menjadi korban tipu daya agen tenaga kerja ilegal. Tidak hanya gaji yang dijanjikan tak kunjung diberikan, para pekerja juga dipaksa bekerja selama 18 hingga 20 jam sehari, tanpa istirahat yang memadai. Jika tidak mencapai target yang ditentukan, hukuman fisik seperti pemukulan dengan balok kayu hingga penyiksaan dengan setrum listrik kerap diterima oleh para korban.
Kondisi ini semakin memprihatinkan karena para pekerja dipaksa melakukan penipuan online yang diskenariokan oleh sindikat internasional. Robin dan pekerja lainnya dilarang keluar dari tempat mereka bekerja dan dipantau ketat oleh penjaga bersenjata. Selain itu, komunikasi dengan keluarga di Indonesia pun dibatasi, membuat keluarga semakin khawatir akan keselamatan para pekerja ini.
Yuli, istri Robin, tak kuasa menahan air mata saat menceritakan bagaimana kondisi keluarganya kini semakin sulit tanpa kehadiran Robin sebagai tulang punggung keluarga. "Jika tidak mencapai target, suami saya mendapat hukuman berupa pemukulan dengan balok kayu hingga setrum listrik. Hingga kini, Robin dan puluhan pekerja lainnya belum menerima gaji yang dijanjikan, dan ini menambah penderitaan keluarga kami yang bergantung pada Robin," jelas Yuli, Kamis (10/10/2024).
Keluarga Robin tidak tinggal diam. Mereka telah melaporkan kasus ini ke berbagai pihak, mulai dari Polda, Polri, hingga Komnas HAM, dengan harapan agar ada tindakan cepat dari pihak berwenang. Namun hingga kini, proses pemulangan Robin dan pekerja lainnya masih terhambat oleh berbagai faktor, termasuk masalah diplomasi antara Indonesia dan Myanmar.
"Kami berharap Pak Jokowi dan pemerintah segera bertindak. Setiap hari kami cemas menunggu kabar dari Robin, tapi yang kami dapat hanya cerita tentang penderitaan mereka di sana," lanjut Yuli dengan nada putus asa.
Selain itu, keluarga Robin juga didukung oleh beberapa aktivis hak asasi manusia yang turut mendesak pemerintah untuk bertindak lebih cepat. Salah satu aktivis yang terlibat dalam upaya penyelamatan ini adalah Solihin, seorang tokoh masyarakat di Indramayu yang aktif memperjuangkan nasib para pekerja migran.
Solihin menceritakan bahwa Robin sempat mengirim pesan melalui WhatsApp kepadanya saat peringatan hari jadi Indramayu. Dalam pesan tersebut, Robin meminta bantuan untuk menyuarakan penderitaan mereka di Myanmar. "Robin melalui WhatsApp menghubungi saya, pada saat peringatan hari jadi Indramayu. Ia menceritakan nasibnya yang sangat mengenaskan, dan saya langsung menyuarakannya di hadapan anggota DPRD Indramayu," ungkap Solihin.
Menurut Solihin, ia juga telah berkomunikasi dengan beberapa anggota DPR-RI untuk segera menghubungi Kementerian Luar Negeri guna memulai negosiasi dengan pihak Myanmar. "Hari ini saya dapat pesan dari teman di DPR-RI, yang mengatakan bahwa Kementerian Luar Negeri Myanmar telah dihubungi, dan negosiasi untuk memulangkan Robin serta 37 pekerja lainnya sedang diupayakan," tambahnya.
(Agus Karmat)