Bengkulu,Sinyalpena.com – Di tengah kesibukannya bersilaturrahmi dan menemui masyarakat konstituen, HM Saleh masih menyempatkan diri untuk menggelar sosialisasi 4 Pilar Kebangsaan di Bnegkulu Utara. Tepatnya di Pondok Pesantren An-Nahdloh Desa Gunung Agung, Kecamatan Agramakmur, Kabupaten Bengkulu Utara.
Meskipun acara tersebut diadakan di pondok pesantren, ternyata pesertanya tidak hanya sebatas santri dan dewan guru, tapi juga pengurus dan warga NU. Khususnya Muslimat NU Bengkulu Utara. Oleh karenya itu, peserta begitu membludak hingga lebih dari 200 orang!
“Kami memang sengaja mengundang seluruh pengurus NU. Tidak hanya Muslimat, tapi warga NU dan wali santri di sekitar pesantren, karena acara 4 Pilar ini akan dianjutkan dengan peletakan batu pertama asrama santri. Jadi kami berinisatif untuk mengundang wali santri, selain pengurus dan anggota Muslimat NU sendiri,” ujar Ani Daniati, sekretaris Muslimat NU Bengkulu Utara.
Dalam kesempatan itu, H. Mohammad Saleh meminta seluruh peserta acara untuk menjaga persatuan dan kesatuan, merawat kebhinnekaan, serta menciptakan suasana yang kondusif menjeleng Pemilu 2024.
“Sila ketiga Pancasila berbunyi, persatuan Indonesia. Sila ini sekarang berada dalam kondisi yang kritis. Mengapa? Karena menjelang Pemilu, banyak masyarakat yang mudah termakan provokasi. Perbedaan pilihan calon pemimpin dan perbedaan dukungan tidak boleh membuat kita terpecah-belah dan tidak akur. Ingat perpecahan hanya akan membuat kita menderita. Negeri ini merdeka karena para pejuang bersatu. Oleh sebab itu, kata persatuan dan kesatuan dimasukkan ke dalam salah satu sila Pancasila. Yaitu sila ketiga,” jelas politisi Patai Golkar.
Lebih lanjut, pria yang juga dikenal sebagai salah satu pengusaha sukses asal Bengkulu meminta agar Muslimat NU dan seluruh warga NU Bengkulu untuk lebih mengiternalisasi makna Bhinneka Tunggal Ika.
“Para pendiri bangsa sudah merumuskan semboyan yang sangat sesuai dengan keberagaman bangsa. Yaitu Bhinneka Tunggal Ika. Artinya, meskipun kita berbeda-beda, tapi hakikatnya kita adalah satu nusa, satu bangsa, satu tanah air. Semboyan ini harus kita resapi, karena perbedaan di antara kita sudah ada sejak negeri ini merdeka. Begitu banyak suku bangsa, tradisi, agama, dan antar-golongan. Tapi semuanya harus lebur dalam ke-eka-an atau kesatuan. Sebagai contoh, meskipun yang hadir pada acara ini adalah pengurus Muslimat NU Bengkulu Utara, dan wali santri di sekitar pondok, tapi saya yakin, tidak semua pengurus dan anggota Muslimat NU adalah orang asli Bengkulu. Tapi karena punya kesamaan visi untuk memberdayakan kaum perempuan, maka semuanya bersatu di bawah satu garis dan wadah perjuangan Muslimat NU. Betul?” terang Mantan Ketua DPD RI yang disambut teriakan kompak oleh para peserta.
Semua tanpak antusian mengikuti acara, sampai-sampai panitia memutuskan untuk tidak membuka sesi diskusi, karena ketika pembawa acara membuka sesi tanya-jawab, begitu banyak peserta yang mengangkat tangan! Ada yang sampai berdiri. Bahkan ada yang langsung berjalan ke depan menuju microphone yang disiapkan panitia.
“Karena terlalu banyak peserta yang akan mengajukan pertanyaan, maka saya putuskan agar sesi tanya jawab kita tunda pada saat ramah tamah. Karena sehabis ini, masih ada acara peletakan batu pertama pembangunan asrama santri. Jadi, atas persetujuan narasumber, sesi tanya jawab kita undur selesai seremoni peletakan batu pertama.
(Red/AW)