SINYALPENA.COM - Lembaga Bantuan Hukum Benteng Perjuangan Rakyat (LBH BPR) akan melakukan pendampingan terhadap masyarakat Desa Mangkupadi, Kecamatan Tanjung Palas Timur, Kabupaten Bulungan, Provinsi Kalimantan Utara.
Terkait ganti rugi atas tanah adat ulayat seluas 21.000 hektar yang di pakai oleh Pt. Kalimantan Industrial Park Indonesia dalam pengerjaan proyek kawasan industri di wilayah Desa tersebut.
Berdasarkan surat kuasa khusus nomor 8/LBH-BPR/SKKPMH/IV/2023 tertanggal 11 April 2023. Direktur LBH BPR, M. Andi Yusuf SH.,MH bersama Tim akan bernegosiasi dengan Direktur Utama PT. Kalimantan Industrial Park Indonesia (PT. KIPI) dalam mencari solusi atas tanah adat ulayat seluas 21.000 hektar itu.
"kami akan melakukan pendampingan kepada masyarakat melalui pendekatan dan negosiasi bersama Bapak Garibaldi Thohir selaku Direktur Utama Pt. KIPI (Kalimantan Utara) untuk mencari solusi,"ucap M. Andi kepada sinyalpena.com, pada Minggu (16/03/2023) di Kantor nya, Kayuringin, Kota Bekasi.
Selain itu, M. Andi Yusuf juga mengatakan, bahwa ini adalah Mega Proyek dengan nilai Investasi sebesar US$. 132 Miliar atau setara Rp. 1.484 Triliun. Kawasan Industri ini berdekatan dengan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Panajam Paser, Kalimantan Timur yang hanya berjarak 185 kilo meter Ibu Kota IKN.
"Kawasan Industri ini berdekatan dengan Ibu Kota Nusantara (IKN) dan ini kawasan industri terbesar di dunia dengan luas 30.000 hektar, salah satu investor pengelola kawasan industrinya juga adalah Pt. KIPI"ungkap Andi.
Andi menyebut, saat ini pihak PT. KIPI sedang melakukan pekerjaan konstruksi 'Breakwater' atau pemecah pembangunan ombak kontruksi utama yang ditargetkan akan masuk claster pertama pada tahun 2023.
"Target proyek konstruksi itu selesai di 2024 dan operasinya secara bertahap mulai 2023, 2024 hingga 2029,"bebernya.
Sementara, Tokoh Masyarakat Desa Mangkupadi, Samsul menjelaskan, Perusahaan PT. KIPI ini belum sepenuhnya dapat melakukan penguasaan di atas tanah tersebut, karena sebagian masyarakat belum mendapatkan hak ganti rugi yang layak.
"PT. KIPI belum semua menguasai karena sebagian masyarakat ada yang belum mendapat hak ganti rugi,"pungkasnya.
(Dwi)