Indramayu | sinyalpena.com – Kondisi kehidupan sebagian masyarakat Kecamatan Kandanghaur, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat terutama warga Desa Eretan Wetan, Desa Eretan Kulon dan Desa Kertawinangun, harus menghadapi fakta dan kondisi kehidupan dalam bayang - bayang kekhawatiran. Musibah luapan air laut (Rob) menjadi konsumsi kondisi lingkungan hampir setiap pekan sehingga berdampak pada beban psikologis masyarakat setempat apakah bertahan menyelamatkan aset sekitar rumah atau meninggalkan kondisi buruk tersebut dengan mencari secercah harapan untuk hidup lebih lama lagi dengan memperoleh pendapatan dari usaha menangkap ikan di laut lepas.
Entah sampai kapan kondisi tersebut akan berakhir dengan ending cerita yang bisa memberikan edukasi penyemangat anak cucu nanti, jika hingga dipenghujung tahun 2022 ini, hampir semua kondisi infrastruktur di wilayah dua desa tersebut mengalami genangan air yang sungguh mengkhawatirkan dan berdampak pada kondisi lingkungan kumuh dan berpotensi menjadi sumber penyakit.
Setiap hari aktifitas masyarakat lesu jika air ROB menerjang pada ketinggian hingga lebih dari 50 cm. Anehnya, luapan air laut tersebut seolah dianggap sebagai vitamin dan fakta kondisi rutinitas yang tak pernah menjadi sebuah beban hidup padahal kondisi pahit yang bertahun-tahun itu adalah konsekuensi masyarakat agar tetap bertahan menyelamatkan bumi Pertiwi. Anehnya ?, Musibah Rob diabadikan lewat konten yang diunggah di media sosial, seakan pemerintah akan iba dan perhatian dengan memberikan bantuan sembako bagi masyarakat terdampak sebagai bentuk kepedulian sosial. Apakah itu yang diinginkan oleh warga masyarakat terdampak Rob ?
Penulis mencoba mengurai fakta fakta empirik dari beberapa penulisan pada tahun terahir ini, dimana musibah Rob di pemukiman warga Desa Eretan Wetan, Eretan Kulon dan Desa Kertawinangun serta ratusan hektar lahan pertanian Desa Ilir tak produktif, kerap terjadi hampir setiap bulan sepanjang tahun. Lokasi warga terdampak sudah dapat terdeteksi menyangkut beberapa RT namun anehnya, penulis belum memperoleh data spesifik jika faktor utama musibah Rob adalah akibat kondisi abrasi tak bisa tertangani dengan baik. Sebut saja rencana pembangunan breakwater sepanjang 20 kilo meter dari mulai Desa Sukahaji Kecamatan Patrol hingga Desa Karanganyar Kecamatan Kandanghaur belum mendapat informasi secara aktual jika pemerintah melalui Kementerian PUPR akan peduli terhadap kondisi tersebut.
Bahkan, pembangunan tebing pagar beton sepanjang daerah aliran sungai Desa Kertawinangun, DAS Desa Eretan Kulon, DAS Desa Eretan Wetan dan Desa Ilir Kecamatan Kandanghaur guna menghadang luapan air agar tidak masuk ke dataran permukiman warga belum juga terkonsep secara baik ditambah pembangunan Bendungan Kelep di masing masing DAS yang menjadi potensi luapan air laut akan masuk ke daerah dataran warga serta pintu intek penyeimbang.
Tentunya fakta penanganan penanggulangan musibah ROB tersebut membutuhkan beban biaya yang tidak bisa ditopang oleh separoh APBD Kabupaten selama setahun. Namun setidaknya sentuhan pemerintah terhadap kondisi tatanan kehidupan masyarakat wilayah Kandanghaur dapat diperhatikan dengan serius tanpa harus dilakukan pembiaran dengan situasi musibah yang bertubi-tubi dan endingnya jelang akhir tahun 2022 kemarin luapan air laut sudah dapat naik pada sepadan jalan Pantura, sebuah akses transportasi perekonomian masyarakat Pantai Utara Jawa.
Jangan sampai publik menyimpulkan jika pembiaran kondisi wajah masyarakat nelayan di Kecamatan Kandanghaur ini sebuah fakta atau opini yang sengaja dibuat oleh elit untuk kepentingan para kapitalis seiring dengan rencana tata ruang wilayah kawasan dan zona industri Pantura sebagai pendukung kawasan pelabuhan Patimban dan Segi Tiga Rebana. Dimana kondisi sosial masyarakat dibuat lesu dan pasrah yang pada ahirnya seluruh aset masyarakat nelayan di wilayah Kandanghaur harus tergerus oleh derasnya nilai investasi demi kepentingan para kapitalis. Mengingat tanda tanda kearah itu sudah tercium atas penguasaan lahan oleh konglomerat di beberapa titik.
Semoga saja opini tersebut tidak akan terjadi dan masyarakat nelayan di Kecamatan Kandanghaur akan tetap eksis menjadi masyarakat pendukung dan berkontribusi pada sektor pendapatan unggulan nelayan terbesar Jawa Barat dengan segala konsekwensi yang dihadapi bukan menyerah pada situasi dan kondisi yang akan menggerus pada peradaban baru.
Peradaban baru adalah sebuah tatanan kehidupan baru dengan cerita yang dituliskan dalam kondisi baru sehingga harus dapat dihentikan dengan kekuatan bersama seluruh komponen masyarakat Kecamatan Kandanghaur agar kehidupan kedepan lebih cerah serta memiliki martabat kolektif dan endingnya adalah kesejahteraan bagi seluruh masyarakat Kandanghaur.
(Red)