Indramayu | sinyalpena.com - Para Petani atau P3A Mitra Cai Karya Mandiri RT 004 RW 002 Desa Rancahan Kecamatan Gabuswetan Kabupaten Indramayu - Jawa Barat laksanakan giat metode gropyokan di areal tanggul kali persawaan padi, Senin (28/11/2022).
Padi merupakan salah satu komoditi atau kebutuhan Masyarakat yang masih banyak digeluti oleh jutaan Petani. Ketergantungan Rakyat Indonesia pada petani padi sampai saat ini masih tinggi walaupun diversifikasi pangan lokal lain seperti singkong, sagu, ubi dan lain-lainnya sudah mulai digalakkan. Khususnya Masyarakat di Desa Rancahan masih menganggap beras sebagai makanan pokok utama, sehingga Petani maupun Kelompok Tani masih banyak yang menanam padi pada lahan irigasi atau lahan tadah hujan.
Peningkatan indeks pertanaman padi seperti yang biasa dilakukan oleh Petani yaitu 2 kali dalam setahun dapat dilakukan untuk meningkatkan produktivitas padi namun terkadang menimbulkan permasalahan lain yaitu meningkatnya populasi hama seperti tikus sawah,
Sementara hama utama tanaman padi dengan efek kerusakan yang dapat terjadi mulai dari fase persemaian, fase generatif hingga fase penyimpanan di gudang, dengan kerusakan kuantitatif yaitu penurunan bobot produksi akibat tikus yang dikonsumsi hingga kerusakan kualitatif yaitu adanya kontaminasi kotoran maupun mikroorganisme lainnya yang dibawa oleh tikus.
Rata-rata tingkat kerusakan tanaman padi akibat serangan hama tikus ini mencapai 20-50% per tahun. Pengendalian hama ini relatif lebih sulit karena sifat biologi dan ekologinya yaitu tubuhnya yang fleksibel, mudah beradaptasi, mudah berkembangbiak dengan sifat prolifik yaitu beranak lebih dari 5 ekor dengan waktu kebuntingan yang singkat yaitu 21-24 hari serta memiliki tempat persembunyian yang sulit dijangkau Manusia.
Petani biasanya mulai mengendalikan atau membasmi setelah terjadinya serangan. Selain itu, ledakan populasi tidak dapat diantisipasi sebelumnya karena monitoring yang lemah sehingga menyebabkan kerugian yang besar, tak jarang juga pengendalian dilakukan terbatas, tidak berkelanjutan, dan terkadang terjadi ketidak kompakan antar Petani serta masih melekatnya mitos kedaerahan.
Fase generatif yaitu pada masa tanaman padi bunting merupakan fase awal pemicu perkembangbiakan tikus. Saat padi bunting, tikus akan memakan dan merusak titik tumbuh atau memotong pangkal batang serta memakan bulir gabah bahkan terkadang rumpun padi bisa habis dikonsumsi. Pada fase padi bunting, tanaman padi mengeluarkan aroma tertentu dan bulir padi belum mengalami proses pengerasan fisik pada bagian kulit sehingga lebih mudah untuk dikonsumsi, selain itu kandungan karbohidrat yang ada pada padi pada masa transisi dari substansi cairan ke bentuk padat, cenderung lebih disukai oleh tikus.
Mulai dari yang murah hingga yang mahal. Beberapa langkah yang dapat dilakukan diantaranya dengan pengasapan atau pengemposan dengan alat alfostran yang merupakan alat peledak berbentuk corong yang ditutup diisi dengan belerang atau solfatara, pembuatan rumah burung hantu sebagai hewan pemangsa tikus sawah, penggropyokan dengan melakukan kegiatan gotong royong Petani dalam memberantas tikus dan menggunakan umpan beracun atau perangkap tikus. Penggendalian tikus sawah dengan menggunakan racun atau pengemposan dinilai kurang diminati Masyarakat karena biaya yang dikeluarkan cenderung lebih mahal dibandingkan dengan penggropyokan.
Kearifan lokal ini mengolah sikap gotong royong antar para Petani dan sebagai ajang silaturahmi. kegiatan gropyokan tikus memiliki dimensi moral karena pelaksanannya tidak dapat dilakukan secara individu sehingga gaya hidup gotongroyong dan tolong-menolong tergambar dalam etika kearifan Petani lokal dalam metode pemberantasan tikus ini.
Para Petani yang ikut serta giat groyokan yakni, Bpk Alwi, Sukendi, Kusnadi, Cari, Awi Boni, Wari, Junedi, Tarkiman, Suwarto, Wowo, Engkun Ruslan, Casmadi, Rokim, Kadilah, Wasman, Ipin, Kasir, Waslan, Tolib, Kasim, Ariyanto, Feri, Rustani, Rudi, Cipto, Sunadi, Rawin, Runca, Endra, Mahmud, Warnoto, Nasuha, Dedi, Suparta, Rizki, SunDi Oglek, Sunaryo, Muhadi, Ahmad, Rusnadi, Rohim encek, Warpin, Rastim, Karto, Tarim, Heri Sadut, Taskim, Mustofa, dan Toni.
Pengendalian tikus sawah dengan kearifan lokal dapat dilakukan dengan kegiatan gropyokan tikus untuk mengendalikan dampak serangan hama tikus sehingga produktivitas tanaman padi dapat meningkat serta menghindarkan petani maupun masyarakat sekitar persawahan dari tertular penyakit yang dibawa oleh tikus. Melalui kegiatan ini, pantulan kearifan budaya lokal tradisional yang murah, mudah, sederhana, ramah lingkungan dan mempererat silaturahim antar para petani. (Dulhalil)