-->

Iklan 4

"Wali Murid Ngeluh" SMAN 1 Krangkeng Tarik Pungutan 500 Ribu Berkedok Sumbangan

SINYAL PENA
Jumat, Oktober 07, 2022, Oktober 07, 2022 WIB Last Updated 2022-10-07T03:11:39Z


Indramayu | sinyalpena.com – Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 1 Krangkeng, Kecamatan Krangkeng, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, melalui Komite Sekolah diduga melakukan pungutan dengan modus operandi atau berkedok sumbangan kepada seluruh wali murid yang ada di sekolah tersebut.

Pasalnya, dari beberapa wali murid mengeluhkan dengan adanya pungutan untuk penunjang kebutuhan sekolah berupa sarana dan prasarana dengan dipatok nominal sebesar Rp500 ribu hingga Rp1 juta dari masing-masing murid yang mengenyam pendidikan di sekolah tersebut.


Selain itu salah satu wali murid menguraikan, saat dirinya memberikan sumbangan ke sekolah melalui anaknya senilai Rp30 ribu, maka pihak komite melalui salah satu guru yang didelegasikan akan memberikannya cibiran kepada murid.


“Bukan kah menurut aturan sumbangan adalah penerimaan biaya pendidikan baik berupa uang, barang, jasa yang diberikan oleh peserta didik, orang tua, wali, perseorangan atau lembaga lainnya kepada satuan pendidikan dasar bersifat sukarela, tidak memaksa, tidak mengikat, dan tidak ditentukan oleh satuan pendidikan dasar baik jumlah maupun jangka waktu pemberiannya? Lalu mengapa pihak sekolah juga membawa status pekerjaan orang tua dengan kalimat yang tidak seharusnya dikeluarkan kepada anak didiknya ketika memberikan sumbangan yang nilainya kecil,” kata sumber sekaligus wali murid, Pada Kamis (6/10/2022).


Masih menurut sumber, dari praktek pungutan biaya yang dilakukan sekolah melalui komite sekolah dapat diduga kuat telah melanggar Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 75 Tahun 2016 pasal 10 ayat (1) tentang Komite Sekolah mengatur batas-batas penggalangan dana yang boleh dilakukan Komite Sekolah.


“Sumbangan memang bisa diminta dari orang tua siswa, tetapi tidak untuk seluruh orang tua karena sifatnya sukarela. Ketika sumbangan itu diberlakukan untuk seluruh orang tua, itu jatuhnya jadi pungutan. Dalam menentukan pungutan pun, sekolah harus melihat kemampuan ekonomi orang tua siswa,” imbuhnya.


Sehingga, meskipun istilah yang digunakan adalah ‘dana sumbangan’, namun jika dalam penarikan uang tersebut ditentukan jumlah dan jangka waktu pemungutannya, bersifat wajib, dan mengikat bagi peserta didik dan orang tua atau walinya, maka dana tersebut bukanlah sumbangan, melainkan pungutan. Sebab, sumbangan pendidikan diberikan secara sukarela dan tidak mengikat satuan pendidikan sebagaimana diatur dalam Permendikbud Nomor 44 Tahun 2012 tentang Pungutan dan Sumbangan Biaya Pendidikan Pada Satuan Pendidikan Dasar.


Kepala Sekolah SMAN 1 Krangkeng, Drs Supiyanto, M.Pd membantah dengan istilah dan kalimat tersebut. Menurutnya, bahwa yang dilakukan sekolah melalui komite sekolah sudah menggunakan aturan maupun regulasi. 


Supiyanto pun menjelaskan bahwa mengingat kebutuhan tersebut, maka berdasarkan Pergub tentang sumbangan pihak sekolah dibolehkan untuk melakukan sumbangan ke wali murid.


“Pada tanggal 16 September dilakukan oleh komite untuk rapat. Dari hasil rapat sekolah membutuhkan WC sebanyak 50. Namun yang baru tersedia baru 20 untuk siswi berikut dengan pendukungnya seperti torn. Kemudian rehabilitasi masjid yang ada di sekolah yang dinilai sudah tidak layak plafon dan lantainya. Sehingga, dari rapat kemudian kami buat proposal yang untuk kebutuhan itu sendiri diestimasikan memakan biaya sebanyak Rp500 juta, sedangkan dana sumbangan belum semuanya terkumpul,” jelas Supiyanto disaksikan oleh Wakasek dan sejumlah staf lainnya saat diwawancara. (Sai)

Komentar

Tampilkan

Terkini