Payukumbu | sinyalpena.com – Menyikapi aduan dari Hendra Warman, SH., selaku praktisi hukum dari Media Online Jayantara News.com, yang mewakili masyarakat dalam mencari keadilan khususnya di wilayah Payakumbuh Sumatera Barat, tentunya perlu diatensi semua pihak, agar masyarakat tahu akan wajah hukum yang sebenarnya.
Mengacu pada Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, disebutkan:
– Pasal 28A : Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupan.
– Pasal 28D : Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.
Melalui JayantaraNews.com, Hendra Warman memaparkan perihal perkara hukum yang sedang ditanganinya, yakni terkait kasus Kematian “TF”, usia 20 tahun”, yang terindikasi meninggal dengan tidak wajar, tepatnya pada hari Senin, 15 Februari 2021, pukul 02.00 WIB di Rumah Sakit Umum Adnan WD Kota Payakumbuh.
Ia juga menyampaikan, bahwa kematian TF masih penuh misteri dan janggal. Sementara, penanganan perkara atau ‘implementasi hukum nya di Polres Payakumbuh pun dinilai dirasa sangat PREMATUR, atau terkesan terburu-buru. Hal ini tentu saja menimbulkan kontradiktif dan gejolak di masyarakat.
Bagaimana tidak.? Kasus hukum yang menimpa TF seharusnya dikenakan Pasal 338 KUHP dan/atau 340 KUHP, yaitu:
-1. Penganiayaan yang menyebabkan matinya orang, dan atau
-2. Pembunuhan yang direncanakan
Akan tetapi diimplementasikan di BAP dan Dakwaan Jaksa “hanya” diterapkan Pasal yang sangat simple dan telah diputus di Pengadilan Negeri (PN) Payakumbuh dengan menerapkan Pasal: /Putusan No.32/Pid.Sus/2021/PN Pyh. Dan kini, Terdakwa inisial RO telah Berkeliaran/Bebas, ucapnya.
Fakta/Realitas dan Koneksitas Pelaku dengan Korban Secara Psikologis
– Kronologis Perkara: Obyektif dan Didukung Fakta dari Sebab dan Akibat –
-1. Bahwa antara Korban TF dan Pelaku RO ada hubungan Jalinan Asmara
– Bahwa sebelum terjadinya insiden, orangtua/ibu almarhumah TF mendapatkan Pap Test Pack (suatu alat) pengetes kehamilan di lemari Almh TF. Dan seketika itu, ibu Almh TF, yang pada intinya mempertanyakan fungsi alat tersebut dan apa hubungannya dengan Korban (TF).
– Bahwa pada tanggal 27 Januari 2021, ternyata ibu Korban TF mendapatkan chating WhatsApp (WA) dari Pelaku (RO) yang isinya adalah berupa bantahan kalau telah terjadinya hubungan Sex, yang menyebabkan TF Hamil
– Jadi sangat jelas, apa penyebab konflik antara Korban (TF) dengan Pelaku (RO), dengan durasi waktu terhitung dari 27 Januari 2021, dan penjemputan tengah malam sampai dengan meninggalnya Korban (TF) hanya sebatas 7 (tujuh) hari.
– Adanya perkelahian di Kampung Subarang Batuang dengan disaksikan oleh Tukang Becak dan disampaikan ke masyarakat sekitar
– Adanya Alat Bukti berupa chating WhatsApp (WA) yang kami lampirkan dari Pelaku (RO) tertanggal 27 Januari 2021, adalah jelas awal fakta dari Penyebab Konflik sesuai dengan indikasi dari adanya unsur “Penganiayaan Yang Menyebabkan Kematian”, sebagaimana tertera dalam Pasal 338 KUHP atau Pasal 340 KUHP.
-2. Bahwa kemudian diawali penjemputan Korban (TF) oleh Pelaku (RO) pada tanggal 14 Februari 2021, pukul 22.00 WIB
-3. Bahwa pada saat itu ada Saksi yang melihat dalam perjalanan di Kampung Subarang Batuang, dan kedua pasangan itu Berkelahi (Saksi Tukang Becak), yang menurut versi Polisi telah Melarikan Diri
-4. Bahwa menurut keterangan Tukang Becak yang disampaikan ke masyarakat, dirinya melihat Korban (TF) sudah tergeletak di jalanan. Sementara keterangan yang Kontradiksi versi Polisi, bahwa Tukang Becak melihat Korban (TF) jatuh dari Sepeda Motor milik Pelaku (RO)
-5. Bahwa ada 2 (dua) orang Saksi, yakni JEFRI dan BOBBY, yang pada sekitar pukul 24.00 s.d. 01.00 WIB melihat tubuh perempuan (Korban TF) tergeletak di jalanan.
Sementara si Pelaku (RO) masih duduk di atas sepeda motornya dalam jarak 10 meter dari Korban (TF), dan tidak ada orang lain yang melihat, selain Saksi JEFRY dan BOBBY. Inilah Fakta Hukum yang harus diungkap secara Obyektif demi “Law Enforcement” yang tercium adanya Abuse Of Power (Penyalahgunaan kekuasaan dalam bentuk penyimpangan dalam jabatan atau pelanggaran resmi) atau memanipulasi dalam implementasi yang mengacu pada Laka Lantas sebagaimana Dakwaan di Pengadilan Negeri (PN) Payakumbuh
– Bahwa baru kemudian datang Tukang Becak yang marah-marah kepada Pelaku (RO), dengan mengatakan; “Apo kecek ang, kecelakaan…den tanganiang siko ang bunuh mah..?” (Apa katamu, kecelakaan…saya pukuli kamu di sini. Kamu bunuh kan..?). Dan kalimat yang dilontarkan Tukang Becak pun didengar para Saksi.
Proses Permintaan Autopsi Yang Dihindari Polisi dan Fakta Investigasi Polisi Yang Prematur
-1. Bahwa pada saat mayat Korban (TF) dibawa ke rumah duka, tanggal 16 Februari 2021, hingga datang secara beramai-ramai, yakni masyarakat dan pemuka masyarakat yang mendampingi Rosmi Dewita (Ibu Korban) dan Nazirwan (Ayah Korban)
– Ketua LPM, Anggota Dewan (Yernita) mendatangi Polres Payakumbuh dan diterima Kanit Reskrim (Ega), yang Menolak/tidak melayani permintaan masyarakat untuk Autopsi Mayat, dengan alasan sudah di Visum Et Repertum (VER)
– Telah pula membuat surat resmi untuk Autopsi, atas permintaan/ditandatangani oleh kedua orangtua Korban (TF) yaitu Rosmi Dewita dan Nazirwan, tertanggal 3 Maret 2021, yang juga ditandatangani Lurah Padang Tinggi Piliang, Nopi Indra, S.Sos.
Hendra Warman pun kembali mengungkapkan, bahwa merunut pada kronologis di atas, keterangan/Proses Hukum yang dilakukan oleh Polres Payakumbuh “Tidak Lagi Obyektif” dan tanpa didukung bukti, terlebih dalam proses Pengajuan Autopsi.
“Jadi alasan yang diimplementasikan Polisi hanyalah Alibi Alibi Belaka yang sangat Prematur sebagai Penegak Hukum, yang seharusnya Menganalisa penyebab kejadian tersebut, dan didukung bukti otentik, yaitu fakta Prosedur Hukum untuk penyebab kematian, yaitu Autopsi tanpa adanya kontradiktif lagi,” ujarnya.
– Terindikasi Korban dalam keadaan Hamil, hal ini berdasarkan hasil bukti Pap Test milik Korban (TF)
Pertanyaannya; Mengapa Polisi tidak melakukan Autopsi untuk dan demi Obyektivitas kasus. Sementara Polisi selalu mencari-cari alasan pembenaran dari tidak dilakukannya Autopsi, yaitu karena permintaan orangtua Korban, Nazirwan. Padahal, justru Nazirwan didampingi istri dan para Tokoh Masyarakat telah menghadap Kanit Reskrim, Ega.
-2. Surat dari Polres Payakumbuh yang dilayangkan ke KOMNAS HAM tertanggal 6 Juli 2021, sangat jelas Tidak Proporsional dan Tidak Profesional. Karena kalau mau Obyektif, maka prosedur hukum harus dilalui, sehingga ada Fakta Pembuktian yang akurat.
Kenapa bisa langsung menyimpulkan “Laka Lantas Tunggal”, apa dasar hukumnya. Lantas, kenapa juga Jaksa dan PN Payakumbuh hanya berdasarkan BAP? Padahal sudah jelas, bahwa luka-luka di tubuh Korban (TF) sangat-sangat mencurigakan, bahwa telah terjadi “Penganiayaan”, sebelum dijatuhkan di pinggir jalan yang sepi, tanpa ada orang yang melihat.
Janggalnya lagi, bahwa asumsi/keterangan Polisi: katanya Tukang Becak melihat Korban (TF) jatuh. Padahal faktanya; sebelum itu ada Saksi JEFRI dan BOBBY, yang melihat terlebih dahulu, sebelum Tukang Becak datang, dan kemudian disebarkanlah isu bahwa Tukang Becak melarikan diri.
Kejanggalan Serius Yang Dilakukan Penegak Hukum
-1. Ketika di Polres Payakumbuh, seorang Polisi mengatakan kepada ayah dan ibu Korban, ketika hendak mengajukan permintaan Autopsi:
Polisi: “Ibu tahu tidak, apa itu autopsi. Autopsi itu badan dibelah-belah, tahu nggak?”
Lalu dijawab oleh ibu Korban: “Biar dihancurkan tulang-tulang anak saya, saya rela demi kepastian hukum.”
-2. Anehnya lagi, ketika di Pengadilan, seorang Ibu Jaksa berkata kepada adik Korban di depan ibu Korban:
Jaksa: “Tahu nggak apa itu autopsi. Autopsi itu kepala dibelah-belah, tahu nggak?”
Lalu dijawab oleh si ibu Korban: “Biar dibelah-belah, saya rela, demi terungkapnya kematian anak saya.”
Inilah hal yang sangat melanggar Kode Etik seorang penegak hukum, yakni seorang Polisi dan Jaksa.
“Sekali lagi saya tegaskan, ini harus diusut tuntas dan demi Etika Penegakkan Hukum. Kami siap mengajukan saksi-saksi dan Fakta Hukum, dan bukan hanya katanya. Demi Law Enforcement dan Fiat Yustitia Ruat Caeleum, sebagaimana pernyataan Menkopolhukam, Bapak Mahfud MD. “Hukum ini bisa dipesan koq, ada pasal-pasalnya. Berapa sih punya duit? Cuma satu hal yang tidak bisa dipesan, yaitu Hati Nurani dan Rasa Keadilan!” tutupnya.
Hingga berita ini diturunkan, JayantaraNews.com belum berhasil menghubungi pihak Polres Payakumbuh Polda Sumbar. (Tim)